Skip to main content
                       

Tradisi Pemakaman Suku Toraja Muslim di Tokarau

Bayangkan keindahan alam, budaya, dan tradisi dari Toraja yang unik,  dan tidak dapat ditemukan di daerah lain di Indonesia,  pemakaman mayat di dalam gua-gua batu yang terdapat di daerah Londa, dan Ketekesu, wisata Toraja, Menhir Bori kalimbuang, Lolai, Kuburan Bayi kambira, Tongkonan Totondok, Palawa & pertunjukan adu kerbau Ma`pasilaga Tedong di Tana Toraja, itu benar-benar luar biasa! 

Toraja
Pelaksanaan Pemakaman di Tokkarau
Ini adalah perjalanan pertama saya di Tana Toraja, tetapi Tuhan menginginkan yang lain, mengumpulkan kami dalam suasana perpisahan, ketidak mampuan manusia untuk menghadapi kematian sebagai peristiwa yang diinginkan.

Palu, Pukul 15.30 WITA saya mendengar klakson mobil di luar rumah seorang pria turun dengan suara  salam dari balik pagar, saya  membuka pintu rumah, sambil membawa tas. Sopir  mengambil dan mengemasi barang-barang saya di bagasi, hari ini saya menemani mama,  mengunjungi keluarga besar kami di  Toraja. 

Toraja
Rumpun Keluarga Tongkonan Totondok

Mama, Keturunan asli dari suku Toraja, dan ini adalah perjalanan pertama saya ke Toraja, untuk mencari tahu tentang budaya Toraja. Jarak dari Toraja Palu berjarak sekitar 533 km melalui rute darat, harga tiket untuk bepergian ke Palu Toraja Rp. , 250.000 rupiah / orang, namun karena kami akan berhenti di Masamba, perhentian pertama kota pada mom vacation kali ini.

Rumah tongkonan
Mama & Ambe Rumah Tongkonan Totondok


Masamba, sebuah kabupaten di Luwu Utara , terkenal dengan sebutan Bumi Lamaraginang. Nampak sangat akrab, berdiri tegak, menggunakan kopiah hitam, baju batik dan sarung, kami bergegas ke pria paruh baya yang sudah lama menunggu kedatangan kami,  sudah lama  kami tidak bertemu, Ambe dalam bahasa Toraja, panggilan untuk Kaka dari mama, beliau memeluk kami dengan  pelukan hangat, semua tampak bahagia  senyuman semeringah terpancar di wajah  mereka, dibalik rambut yang 99% telah berwarna putih, masih terlihat semangat dan kekuatan, semoga kalian tetap diberikan Kesehatan dan Umur panjang, dalam hatiku terbesit doa!  pagi ini menjadi momen melepas kerinduan antar saudara.

Pogalu menjadi makanan pembuka,  makanan terbuat dari sagu, dibentuk bulatan, dan diberi kuah ikan beserta sayur mayur, rasanya pedas dan asam, namun saya kurang mahir dalam mencicipi masakan satu ini, karena ada teknik khusus untuk menelan yang sampai saat ini saya masih harus belajar.

Beberapa rumah keluarga saya tandangi selama di Masamba, salah satunya adalah rumah sepupu saya, Ida, di Desa Palandan, Masamba.

Saya sangat beruntung karena setiba saya, mereka sedang proses pembuatan  gula aren tradisional, jadinya bisa mencoba mencicipi manisnya air gula aren,  Air gula aren ini  katanya sih baik untuk kesehatan. 

Waktu yang cukup singkat selama di Masamba saya sempatkan untuk berkeliling  di kota Masamba,  ditemani, keponakan saya Andriani.

Saya diajak melihat lokasi banjir masamba, selanjutnya kami ke monumen Masamba Affair , sejarahnya monumen ini dibangun untuk mengenang sejarah perjuangan pemuda Masamba melawan Nederlandsch-Indië Civiele Administratie NICA.

Masamba
Monumen Masamba Affair

Semalam kami di Masamba, perjalanan kami lanjutkan,  turut dalam perjalanan ke Toraja,  Ambe dan keponakanku, kami menggunakan Bus Masamba – Toraja, tiket bus perjalanan  Rp 80.000 ribu /orang.

Jalan-jalan berliku di antara gunung-gunung tinggi, terlihat kabut tebal menghiasi langit, jalanan menuju Toraja,Tongkonan, khas rumah tradisional Tana Toraja, mulai terlihat,sebentar lagi kami akan tiba di TanaToraja.

Setiba kami di Rantepao, tepatnya di terminal pasar Bolu, kami diantar sopir bus   ke alamat tujuan kami di Jln Kostan tepatnya berdekatan dengan Masjid Raya  Rantepao, tibalah kami di rumah keluarga di Rantepao, bertepatan dengan acara 40 hari meninggalnya Siulu  mama dan Ambe , nampak banyak undangan yang menghadiri acar, suasana tangisan menyelimuti semua anggota keluarga..

Sore tadi kami mendapat kabar tentang Ambe di Tokarau yang sedang sakit dan dirawat di Rantepao, niat kami untuk ke RS Elim Rantepao ternyata beliau dirujuk ke Makassar, sambil berdoa semoga diberi kekuatan dan kesehatan.

Selepas acara , saya pun diajak siuluku dalam bahasa Toraja yang berati saudara, menikmati Suasana malam di Rantepao,  berkendara roda dua mengitari  jalanan  di Rantepao, dan mampir di lapangan bakti Rantepao menikmati secangkir  kopi Toraja Bersama  kudapan ringan hingga malam semakin dingin dan kami beranjak pulang.

Selepas shalat subuh  di Masjid Raya Rantepao,  saya meluangkan waktu untuk berjalan di sekitar jalan, s,tapang dan Andi Mappanyukki,  melihat kegiatan orang-orang Rantepao dengan suhu udara yang cukup dingin.

Hari ini kami berencana  untuk  melihat objek wisata negeri diatas awan toraja,  perjalanan berjarak sekitar 16 km dari jalan kostan Rantepao. Sepanjang jalan, menuju Lolai kita akan melihat kabut tebal turun dari langit, tentu saja udara cukup dingin.


Kami membayar tiket masuk untuk 6 orang beserta uang parkir kendaraan, sebesar Rp .140.000 rupiah.

Lolai tongkonan lempe ,  suasana negeri di atas awan mulai terasa, awan tebal menghiasi langit, dan kami benar seperti berada tepat di atas awan, ada perahu miniatur yang dapat digunakan sebagai properti untuk foto.

Setelah menikmati keindahan Lolai kami bergegas kembali pulang karena kami akan mengunjungi keluarga di Tokarau.

Sore ini kami terima kabar duka, bahwa Ambe telah kembali ke pangkuan ilahi, merasa tiba-tiba terkejut dan sedih, rencana kami datang untuk bertemu, tetapi Tuhan mengumpulkan kami dalam suasana perpisahan.


Persiapan kepulangan jenazah di Tokarau, nampak kerabat dan tetangga mulai berdatangan, bergotong royong, menyiapkan berbagai keperluan untuk prosesi pemakaman.

Melihat nilai kebersamaan, keluarga begitu kuat, semua warisan masyarakat Toraja  secara turun temurun, yang masih terjaga dengan baik, terima kasih atas semua bantuan yang diberikan.


Setelah  pemakaman hari ini berakhir, kami diajak untuk mengunjungi Tongkonan Totondok di area Balusu Kawasik, ini merupakan salah satu Tongkonan  rumpun keluarga kami di Tana Toraja, dan masih ada beberapa lagi, di lain waktu akan saya ceritakan.


Karena tidak terasa, kami hampir seminggu  di Toraja, kami harus mengucapkan selamat tinggal untuk pulang, lain kali kami akan kembali ke Tana Toraja dan menceritakan banyak hal, pengalaman  kami saat berada di Toraja. Kuru Sumange!.

 

Comments